Tulisan ini merupakan paper terbaik ke-6 dari Hubungan Internasional Universitas Riau dalam kompetisi Diskusi Ilmiah pada Pertemuan Nasional Mahasiswa Hubungan Internasional ke-29 (PNMHII XXIX) 2017 di Universitas Pasundan, Bandung.
Disusun oleh:
Nurichsan Hidayah
Putra Harahap (1501116523)
Bhima Agung Segoro (1501115316)
Abstract
This paper aims to
describe how to optimize Indonesian products, such as good and service, to a
global market. Global market emerge due to globalization in modern economic
era. We can access anything easily, although these needs are not produced
domestically. In global market, everybody can make transactions across national
borders. Therefore, Indonesian products must also be able to compete in the
global market.
Natural rubber is one of
the commodities that have potential in Indonesia. Rubber is used as raw
material for various industrial needs. Indonesia is one of the largest rubber
producing countries in the world, ranks second after Thailand, followed by
Malaysia, Vietnam and India. Land in indonesia such as Riau, South Sumatera,
North Sumatera, and Jambi, are suitable for planting rubber trees. As a
potential commodity, Indonesian rubber products are exported to industrial
countries that require rubber raw materials. Indonesia's rubber export
destinations are the United States, the People's Republic of China, Japan,
Singapore, and Brazil. The competitiveness of Indonesian rubber commodities in
the global market is quite good today. If developed better, then Indonesia can
be the largest exporter of rubber in the world, so it can increase economic
growth Although the price of rubber in the global market is declining, but the
export of Indonesian rubber is expected to run well.
Keywords: Indonesian Products, Rubber, Global Market,
Economy.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Di
masa globalisasi seperti sekarang ini, pasar bebas dan perdagangan bebas selalu
menjadi fokus utama negara-negara dalam bersaing di dunia internasional.
Masing-masing negara berlomba-lomba untuk meningkatkan kekuatan ekonominya
dengan melakukan perdagangan berupa ekspor-impor. Negara saling bersaing untuk
bisa menguasai pasar global.
Untuk
dapat bersaing baik di pasar dunia, maupun pasar domestik, upaya peningkatan
daya saing perlu terus dilakukan melalui intervensi berbagai faktor yang dapat
mempengaruhi daya saing tersebut. Daya saing (competitiveness) adalah kekuatan
untuk menembus pasar ekspor sekaligus sebagai kekuatan untuk membendung impor. Keberhasilan
dalam perdagangan internasional suatu negara dapat dilihat dari daya saingnya.
Daya
saing ini merupakan suatu konsep umum yang digunakan di dalam ekonomi, yang
merujuk kepada komitmen terhadap persaingan pasar terhadap keberhasilannya
dalam persaingan internasional. Daya saing telah menjadi kunci bagi perusahaan,
negara maupun wilayah untuk bisa berhasil dalam partisipasinya dalam globalisasi
dan perdagangan bebas dunia.
Dalam
paper ini memfokuskan kepada pembahasan tentang komoditas karet alam di
Indonesia. Dinamika produksi dan ekspor karet Indonesia sudah cukup baik.
Indonesia menjadi salah satu negara eksportir karet terbesar. Pohon karet cocok
ditanam di tanah dengan iklim tropis, di Indonesia pohon karet banyak tumbuh di
Riau dan daerah Sumatera lainnya.
Tujuan
utama ekspor karet umunya dikirim ke negara-negara industri yang membutuhkan
karet sebagai bahan bakunya. Karet dapat digunakan sebagai bahan baku
manufaktur ban, sarung tangan, alas kaki, dan produk-produk lainnya. Meskipun
memiliki wilayah kebun karet yang luas, namun Indonesia saat ini hanya mampu
produktif dalam menghasilkan karet mentah. Industri di dalam negeri belum cukup
mumpuni untuk mengolah karet tersebut.
Tingkat
ekspor dan impor karet Indonesia ke pasar global setiap tahunnya mengalami naik
turun. Harga jual karet Indonesia di pasar global juga tidak menentu, hal
tersebut ditentukan oleh permintaan dan penawaran (supply and demand) atas komoditas karet tersebut. Maka dari itu
daya saing komoditas karet dari Indonesia perlu ditingkatkan agar penjualan
karet di pasar global tetap stabil dan diharapkan akan meningkat setiap
tahunnya
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas dapat dirumuskan rumusan masalah yaitu:
- Bagaimana dinamika produksi dan ekspor komoditas karet Indonesia di pasar global?
- Bagaimana strategi dan upaya yang dilakukan pemerintah dan perusahaan untuk meningkatkan daya saing komoditas karet Indonesia di pasar global?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan
dari disusunnya paper ini adalah
sebagai berikut:
- Untuk mengikuti diskusi ilmiah (paper presentation) pada Pertemuan Nasional Mahasiswa Hubungan Internasional se-Indonesia (PNMHII) ke XXIX di Universitas Pasundan.
- Untuk memaparkan dinamika produksi dan ekspor komoditas karet Indonesia di pasar global dan upaya untuk meningkatkan daya saingnya.
3.
BAB
II
KERANGKA TEORI
KERANGKA TEORI
2.1 Landasan Teori
Perkembangan Ilmu Hubungan Internasional
dewasa ini semakin kompleks. Studi HI di awal perkembangannya selalu berbicara
tentang high-politic yaitu tentang
pertahanan dan keamanan suatu negara. Namun sekarang studi HI mulai berbicara
tentang low-politic yakni diantaranya membahas tentang ekonomi, sosial, dan
budaya.
Ekonomi dalam kaitannya terhadap
perkembangan ilmu politik tidak dapat dipisahkan, karena ekonomi dan politik
saling mempengaruhi. Dalam kajian International
Political Economy, dijelaskan bahwa ekonomi politik merupakan kajian yang
membahas tentang hubungan antara negara dan pasar. Sehingga muncul berbagai
perspektif dalam ekonomi politik internasional, seperti Merkantilisme,
Liberalisme perdagangan, dan Marxisme.[1] Dan ada banyak jenis-jenis
sistem ekonomi yaitu kapitalisme, sosialisme, campuran, Islam, dan Pancasila.
Berbicara tentang pasar global, konsep itu
berangkat dari pemikiran Adam Smith tentang perdagangan bebas dan kapitalisme.
Seiring perkembangan zaman, negara tidak lagi bersaing secara fisik dengan
kekuatan militer. Namun negara-negara saling bersaing untuk memperkuat
ekonominya.
Dalam paper ini menggunakan landasan teori
ekonomi politik internasional, yaitu perspektif neoliberalisme. Teori pertama
yaitu tentang perdagangan bebas, kapitalisme, dan invisible hand dari pemikiran tokoh Adam Smith.[2] Dalam konsep invisible hand, mekanisme pasar bergerak
sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran (supply and demand).
Selain konsep perdagangan dan pasar bebas
oleh Adam Smith, dalam paper ini juga
menggunakan teori dan konsep Competitive
Advantage oleh Michael Porter. Porter membedakan empat faktor dasar yang saling terkait
dan dapat mendorong atau menghambat daya saing suatu
negara, yang kemudian dikenal dengan Porter’s
Diamond Theory, antara lain:[3]
1. Faktor
Kondisi. Faktor
kondisi adalah kekuatan suatu negara yang dilihat berdasarkan faktor-faktor
produksi yang dimiliki negara tersebut. Faktor-faktor produksi tersebut terdiri atas sumber daya
alam, sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi, modal, dan infrastruktur.
2. Faktor Permintaan. Faktor permintaan berkaitan dengan permintaan akan
barang dan jasa oleh konsumen yang berada dalam suatu negara, dimana permintaan
tersebut dipengaruhi oleh komposisi keinginan dan kebutuhan konsumen, jangkauan
pasar dan tingkat pertumbuhan pasar, mekanisme penyaluran kebutuhan dan
keinginan konsumen domestik ke pasar luar negeri.
3. Faktor
Industri Pendukung. Faktor
industri pendukung berkaitan
dengan ketersediaan industri
yang dapat memasok dan mendukung
persaingan internasional.
4. Faktor Strategi, Struktur, dan Persaingan.
Faktor strategi,
struktur, dan persaingan mengacu
pada bagaimana suatu perusahaan
dijalankan, diorganisasikan, bagaimana
struktur manajemen yang
ada, serta bagaimana
kondisi persaingan di pasar.
Bagan 1. Porter's Diamond Theory[4]
2.2 Operasionalisasi Teori
Teori
|
Operasional
|
Neoliberalisme
|
Dalam perspektif neoliberalisme, konsep soft power (ekonomi) lebih diutamakan
dari hard power (militer). Dari
perspektif ini, muncul konsep-konsep perdagangan bebas dan pasar bebas.
Sektor pertanian dan perkebunan masih
menjadi sektor utama di Indonesia dalam perdagangan internasional. Indonesia
dalam memenuhi kebutuhan dalam negerinya melakukan ekspor impor. Selain
memenuhi kebutuhan yang tidak dapat diproduksi dalam negeri, perdagangan juga
berguna untuk menambah devisa negara.
|
Competitive
Advantage
|
Competitive Advantage dalam
operasionalnya adalah upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk memenuhi
kebutuhan konsumen sehingga memperoleh customer
satisfaction. Keunggulan kompetitif dapat diraih apabila perusahaan mampu
menghasilkan produk yang mampu melebihi kualitas produk yang sudah ada.
Keunggulan kompetitif lebih melihat
kepada perbandingan terhadap bagaimana suatu komoditas atau produk dapat
dihasilkan dengan baik. Misalnya perusahaan karet dalam menghasilkan karet
yang berkualitas, harus dapat bersaing dengan perusahaan lainnya. Sehingga
tolak ukur yang digunakan yaitu penguasaan mesin dan teknologi, dan sumber
daya manusia yang mumpuni. Kinerja dari suatu perusahaan apabila lebih baik
dari perusahaan lainnya maka perusahaan tersebut bisa mendapatkan keuntungan
kompetitif/bersaing.
|
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1
Dinamika Komoditas Karet Indonesia di Pasar Global
Karet
dikenal karena kualitas elastisnya, adalah sebuah komoditas yang digunakan di
banyak produk dan peralatan di seluruh dunia, mulai dari produk-produk industri
sampai rumah tangga. Ada dua tipe karet yang dikenal luas, karet alam dan karet
sintetis. Karet alam dibuat dari getah (lateks) dari pohon karet, sementara tipe
sintetis dibuat dari minyak mentah. Kedua tipe ini dapat saling menggantikan
dan karenanya mempengaruhi permintaan masing-masing komoditas; ketika harga
minyak mentah naik, permintaan untuk karet alam akan meningkat. Namun ketika
gangguan suplai karet alam membuat harganya naik, maka pasar cenderung beralih
ke karet sintetis.
Pohon
karet memerlukan suhu tinggi yang konstan (26-32 derajat Celsius) dan
lingkungan yang lembab supaya dapat berproduksi maksimal. Kondisi-kondisi ini
ada di Asia Tenggara tempat sebagian besar karet dunia diproduksi. Sekitar 70%
dari produksi karet global berasal dari Thailand, Indonesia dan Malaysia.[5] Memerlukan waktu tujuh
tahun untuk sebatang pohon karet mencapai usia produksinya. Setelah itu, pohon
karet tersebut dapat berproduksi sampai berumur 25 tahun.
Tabel 1. Negara Produsen
Karet Alam Terbesar pada Tahun 2014 (dalam ton)[6]
1. Thailand
|
4,070,000
|
2. Indonesia
|
3,200,000
|
3. Malaysia
|
1,043,000
|
4. Vietnam
|
1,043,000
|
5. India
|
849,000
|
Sebagai
produsen karet terbesar kedua di dunia, jumlah suplai karet Indonesia penting
untuk pasar global. Sejak tahun 1980an, industri karet Indonesia telah
mengalami pertumbuhan produksi yang stabil. Kebanyakan hasil produksi karet
negara ini - kira-kira 80% - diproduksi oleh para petani kecil. Oleh karena
itu, perkebunan Pemerintah dan swasta memiliki peran yang kecil dalam industri
karet domestik.
Produksi
karet terbesar di Indonesia berasal dari provinsi-provinsi berikut:
1.
Sumatra Selatan
2.
Sumatra Utara
3.
Riau
4.
Jambi
5.Kalimantan Barat
Gambar 1. Daerah-Daerah Penghasil Karet di
Indonesia[7]
Total
luas perkebunan karet Indonesia telah meningkat secara stabil selama satu
dekade terakhir. Di tahun 2015, perkebunan karet di negara ini mencapai luas
total 3,65 juta hektar.[8] Karena prospek industri
karet positif, telah ada peralihan dari perkebunan-perkebunan komoditas seperti
kakao, kopi dan teh, menjadi perkebunan-perkebunan kelapa sawit dan karet.
Jumlah perkebunan karet milik petani kecil telah meningkat, sementara
perkebunan Pemerintah dan swasta telah agak berkurang, kemungkinan karena
perpindahan fokus ke kelapa sawit.
Provinsi
|
Immature
|
Mature
|
Damaged
|
Total Areal (Hektar)
|
Produksi (Ton)
|
Produktivitas (Kg/Ha)
|
Jumlah Petani
|
Jumlah Tenaga Kerja
|
Riau
|
28.306
|
308.708
|
11.126
|
348.140
|
322.517
|
1.045
|
200.123
|
17.850
|
Riau
selain dikenal sebagai penghasil kelapa sawit yang besar di Indonesia, di Riau
juga menghasilkan komoditas karet yang sangat besar. Rincian luas areal dan
produksi karet di Riau pada tahun 2016 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Luas Areal, Produksi, dan Tenaga
Kerja Komoditas Karet[9]
Status
tanah yang digunakan sebagai lahan penanaman pohon karet di Riau adalah milik
penduduk. Para petani karet mengumpulkan hasil karet-karet tersebut dan
menjualnya ke perusahaan. Salah satu perusahaan yang mengolah karet tersebut
dan mengekspornya ke luar negeri yaitu PT. Lahan Tani Sakti yang beralamat di
Rokan Hilir, Provinsi Riau.
Sejumlah
lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk penanaman karet,
sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Luas area perkebunan
karet tahun 2015 tercatat mencapai lebih dari 3.2 juta ha yang tersebar di
seluruh wilayah Indonesia. Diantaranya 85% merupakan perkebunan karet milik
rakyat, dan hanya 7% perkebunan besar negara serta 8% perkebunan besar milik
swasta. Produksi karet secara nasional pada tahun 2015 mencapai 2.2 juta ton.[10] Jumlah ini masih akan bisa
ditingkatkan lagi dengan melakukan peremajaan dan memberdayakan lahan‐lahan pertanian milik
petani serta lahan kosong/tidak produktif yang sesuai untuk perkebunan karet
Sekitar
85% dari produksi karet Indonesia diekspor. Hampir setengah dari karet yang
diekspor ini dikirimkan ke negara-negara Asia lain, diikuti oleh negara-negara
di Amerika Utara dan Eropa. Lima negara yang paling banyak mengimpor karet dari
Indonesia adalah Amerika Serikat (AS), Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Jepang,
Singapura, dan Brazil. Konsumsi karet domestik kebanyakan diserap oleh
industri-industri manufaktur Indonesia (terutama sektor otomotif).
Tabel 3. Produksi &
Ekspor Karet Alam Indonesia[11]
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
2015
|
2016
|
|
Produksi
(juta ton) |
2.75
|
2.44
|
2.73
|
3.09
|
3.04
|
3.20
|
3.18
|
3.11
|
3.16
|
Ekspor
(juta ton) |
2.30
|
1.99
|
2.20
|
2.55
|
2.80
|
2.70
|
2.60
|
2.30
|
Dibandingkan
dengan negara-negara kompetitor penghasil karet yang lain, Indonesia memiliki
level produktivitas per hektar yang rendah. Hal ini ikut disebabkan oleh fakta
bahwa usia pohon-pohon karet di Indonesia umumnya sudah tua dikombinasikan
dengan kemampuan investasi yang rendah dari para petani kecil, sehingga
mengurangi hasil panen. Sementara Thailand memproduksi 1.800 kilogram (kg)
karet per hektar per tahun, Indonesia hanya berhasil memproduksi 1.080 kg/ha.
Baik Vietnam (1.720 kg/ha) maupun Malaysia (1.510 kg/ha) memiliki produktivitas
karet yang lebih tinggi.[12]
Industri
hilir karet Indonesia masih belum banyak dikembangkan. Saat ini, negara ini
tergantung pada impor produk-produk karet olahan karena kurangnya fasilitas
pengolahan-pengolahan domestik dan kurangnya industri manufaktur yang
berkembang baik. Rendahnya konsumsi karet domestik menjadi penyebab mengapa
Indonesia mengekspor sekitar 85% dari hasil produksi karetnya. Kendati begitu,
di beberapa tahun terakhir tampak ada perubahan, walaupun lambat, karena jumlah
ekspor sedikit menurun akibat meningkatnya konsumsi domestik. Sekitar setengah
dari karet alam yang diserap secara domestik digunakan oleh industri manufaktur
ban, diikuti oleh sarung tangan karet, benang karet, alas kaki, ban vulkanisir,
sarung tangan medis dan alat-alat lain.
Kinerja
ekspor komoditas pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya
hasil perkebunan. Indonesia memiliki posisi yang cukup strategis pada komoditas
karet, karet diharapkan menjadi salah satu penggerak kebangkitan ekonomi
melalui peningkatan produksi yang akan meningkatkan ekspor karet. Strategi
optimalisasi ekspor karet dinilai tepat mengingat harganya yang cukup tinggi di
pasar dunia dan kemampuan pasar dalam negeri untuk mengolah karet menjadi
barang industri masih rendah.
3.1.1 Permintaan dan Penawaran Karet
Indonesia
Kondisi
perdagangan karet alam semakin tahun semakin mengalami perbaikan. Hal ini
sejalan dengan makin meningkatnya bidang perindustrian, baik di lingkup lokal
maupun internasional. Peningkatan ini khususnya terjadi pada bidang otomotif.
Makin berkembangnya ekonomi menyebabkan adanya pengembangan konsumsi terhadap berbagai
barang otomotif.
Membaiknya
kondisi perekonomian dunia pasca krisis keuangan global menyebabkan pemulihan
industri otomotif yang berdampak pada meningkatnya permintaan terhadap karet
alam. Industri yang makin marak berkembang khususnya adalah industri ban.[13] Kondisi tersebut
menyebabkan makin meningkat juga permintaan terhadap karet alam sebagai bahan
baku pembuatan ban. Harga minyak dunia yang terus merangkak naik juga
berpengaruh terhadap peningkatan permintaan terhadap karet alam karena
peningkatan ini menyebabkan naiknya biaya produksi karet sintetis sebagai
substitusi karet alam.
Baik
produksi maupun konsumsi terhadap karet alam mengalami peningkatan dari tahun
ke tahun. Menurut catatan dari IRSG, pada tahun 2007 produksi karet alam global
sebesar 9,8 juta ton dengan besaran konsumsi sebesar 10,2 juta ton.[14] Angka ini mengalami
peningkatan pada tahun 2008, dimana produksi global mencapai 10,03 juta ton dan
konsumsi mencapai 10,08 juta ton.
Kondisi
tersebut berbanding terbalik dengan produksi dan konsumsi pada karet sintetik
yang justru mengalami penurunan. Produksi karet sintetik pada tahun 2007
mencapai 13,4 juta ton turun menjadi 12,79 juta ton pada tahun 2008. Penurunan
produksi tersebut diikuti pula oleh penurunan konsumsi dimana pada tahun 2007
konsumsi terhadap karet sintetis mencapai 13,28 juta ton menjadi 12,57 pada
tahun 2008.[15]
Perkembangan tersebut tentu saja membawa pengaruh positif bagi Indonesia
sebagai salah satu eksportir terbesar karet alam. Perbaikan tehadap harga karet
memberikan peluang lebih besar untuk peningkatan devisa negara melalui kegiatan
perdagangan. Potensi Indonesia sebagai produsen karet yang memiliki areal
terluas di dunia sangat besar untuk meningkatkan produksinya. Prospek
internasional pun semakin terbuka dengan terbukanya kondisi gobalisasi saat
ini.
Pasar
domestik terhadap karet alam Indonesia juga berkembang sejalan dengan adanya
perbaikan dan peningkatan perekonomian dunia. Konsumsi karet alam nasional
mengalami peningkatan rata-rata 23,3% per tahun sejak lima tahun terakhir.
Terdapat dua faktor penggerak yang meningkatkan konsumsi domestik Indonesia
terhadap karet alam. Pertama, pertumbuhan dalam industri otomotif, khususnya
sepeda motor, menyebabkan permintaan akan produk olahan karet meningkat. Hal
ini dikarenakan pertumbuhan produksi rata-rata sepeda motor Indonesia merupakan
yang terbesar di Asia. Kedua, peningkatan pendapatan perkapita dan pertumbuhan
populasi yang juga mengakibatkan pertumbuhan penjualan mobil dan sepeda motor
di dalam negeri sehingga meningkatkan pula permintaan terhadap produk olahan
karet.[16]
Permintaan
terhadap karet alam dari tahun ke tahun semakin mengalami peningkatan. Hal ini
dapat dilihat dari peningkatan nilai ekspor total karet alam dunia. Peningkatan
tersebut mengindikasi adanya peningkatan terhadap permintaan karena
perkembangan dalam dunia industri secara global.
Peningkatan
konsumsi dunia terhadap karet alam ini memberikan peluang yang sangat besar
bagi Indonesia untuk meningkatkan potensi ekspornya. Indonesia memiliki peluang
yang besar pula untuk menjadi eksportir karet alam terbesar dunia, mengingat
potensi pengembangan negara pesaing utama karet alam, yaitu Thailand dan
Malaysia semakin kekurangan lahan dan sulit mendapatkan tenaga kerja yang
murah.[17] Hal ini dapat menjadikan
keunggulan tersendiri bagi Indonesia dalam rangka peningkatan industri karet
nasional.
Indonesia
merupakan negara yang memiliki luasan areal terbesar dalam penanaman karet
alam. Meskipun demikian tidak menjadikan Indonesia sebagai eksportir terbesar
pula. Indonesia merupakan negara pengekspor karet alam ke dua dalam jajaran
eksportir karet alam terbesar dunia setelah Thailand. Indonesia mengalami
kemajuan yang cukup baik dalam hal ekspor karet alam. Hal ini dapat dilihat
dari meningkatnya nilai ekspor dari tahun ke tahun.
Produksi
karet Indonesia tidak hanya digunakan dalam memenuhi kebutuhan konsumsi dalam
negeri. Kelebihan permintaan dalam negeri mendorong dilakukannya ekspor ke luar
negeri. Peningkatan ekspor berdampak pada peningkatan devisa. Peningkatan
ekspor karet Indonesia seiring dengan semakin tingginya produksi karet yang
dihasilkan. Beberapa negara tujuan potensial ekspor karet Indonesia selama ini
diantaranya adalah negara Amerika Serikat, Jepang, dan Tiongkok. Kondisi
perekonomian dunia dan negara tujuan turut mempengaruhi ekspor karet Indonesia.
Bagan 2. Perkembangan Luas Areal, Produksi,
Produktivitas dan Volume Ekspor-Impor Karet Tahun 2011-2015[18]
3.1.2 Tujuan Ekspor Karet Indonesia
Permintaan
terhadap karet alam yang semakin meningkat dari tahun ke tahun membawa dampak
bagi perdagangan karet alam Indonesia. Perkembangan dalam dunia industri secara
global mengakibatkan pertumbuhan yang cukup pesat dalam perdagangan komoditas
ini. Hal ini tentu saja memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan karet nasional.
Membaiknya harga komoditas karet alam di pasaran internasional turut mendorong
pertumbuhan produksi lokal. Hingga saat ini, perdagangan karet alam Indonesia
terpusat ke beberapa negara tujuan utama. Dengan meningkatnya kebutuhan akan
karet alam dari negara‐negara
industri, ini mempengaruhi ekspor karet Indonesia ke negara‐negara lainnya.
Kebanyakan adalah negara produsen mobil. Peningkatan juga terjadi karena adanya
pengalihan karet sistetis akibat naiknya harga minyak dunia.
Tabel 4. Kuantitas Ekspor
Karet Alam Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor[19]
Tahun
|
Negara
Tujuan (ton)
|
|||||||
Amerika Serikat
|
Jepang
|
Tiongkok
|
Singapura
|
Jerman
|
||||
2001
|
517.187
|
151.695
|
136.764
|
78.387
|
62.461
|
|||
2002
|
593.143
|
208.245
|
46.022
|
72.651
|
62.348
|
|||
2003
|
598.310
|
228.957
|
107.724
|
79.317
|
73.313
|
|||
2004
|
627.667
|
225.390
|
197.598
|
86.102
|
71.808
|
|||
2005
|
669.120
|
260.812
|
249.791
|
115.614
|
61.974
|
|||
2006
|
590.947
|
357.828
|
337.223
|
136.124
|
82.100
|
|||
2007
|
644.270
|
398.025
|
341.821
|
162.032
|
80.809
|
|||
2008
|
622.167
|
400.891
|
318.841
|
152.062
|
57.705
|
|||
2009
|
394.307
|
273.022
|
457.118
|
100.742
|
36.638
|
|||
Karet
alam Indonesia diperdagangkan di berbagai negara di dunia. Negara-negara yang
menjadi tujuan utama ekspor karet alam Indonesia hingga saat ini adalah
Amerika, Jepang, dan Tiongkok. Lebih dari 50% ekspor karet alam Indonesia
diserap oleh ketiga negara tersebut. Berdasarkan data dapat terlihat bahwa
ekspor karet alam Indonesia terbesar ditujukan ke Amerika Serikat. Meskipun
kuantitas ekspor karet Indonesia ke negara ini cenderung meningkat, namun dalam
perkembangannya, persentase volume ekspor ini cenderung mengalami penurunan
terhadap total kuantitas ekspor karet alam Indonesia. Walau Indonesia termasuk
negara pengekspor karet mentah yang banyak diminati negara‐negara industri,
dikarenakan mulai banyaknya industri yang mengolah karet sintetis di Indonesia
maka secara tidak langsung Indonesia lebih banyak melakukan impor karet‐karet sintetis.
3.2
Upaya-Upaya Meningkatkan Daya Saing Karet Indonesia
Untuk
meningkatkan daya saing karet Indonesia di pasar global, dan untuk
mengantisipasi kekurangan karet alam yang akan terjadi, diperlukan suatu
inovasi baru dari hasil industri karet dengan mengembangkan nilai tambah yang
bisa diperoleh dari produk karet itu sendiri. Nilai tambah produk karet dapat
diperoleh melalui pengembangan industri hilir dan pemanfaatan kayu karet
sebagai bahan baku industri kayu.
Menunjuk
dari pohon industri berbasis karet. Terlihat bahwa cukup banyak ragam produk
yang dapat dihasilkan dari karet, namun sampai saat ini potensi kayu karet tua
belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Pemanfaatan kayu karet merupakan
peluang baru untuk meningkatkan margin keuntungan dalam industri karet. Pada
saat tidak hanya getah karet saja yang diminati oleh konsumen tetapi kayu karet
sebenarnya juga banyak diminati oleh konsumen baik dari dalam negeri maupun
luar negeri, karena warnanya yang cerah dan coraknya seperti kayu ramin. Di
samping itu, kayu karet juga merupakan salah satu kayu tropis yang memenuhi
persyaratan ekolabeling karena komoditas ini dibudidayakan (renewable)
dengan kegunaan yang cukup luas, yaitu sebagai bahan baku perabotan rumah
tangga, particle board, parquet, MDF (Medium Density Fibreboard) dan
lain sebagainya. Oleh karena itu, industri karet pada saat ini bukan hanya
berorientasi untuk produksi getah karet tetapi juga untuk produksi biji dan
kayu karet.
Hasil
utama dari pohon karet adalah lateks yang dapat dijual/diperdagangkan oleh
masyarakat berupa latek segar, slab/koagulasi ataupun sit asap/sit angin.
Selajutnya produk tersebut sebagai bahan baku pabrik Crumb Rubber/Karet Remah yang
menghasilkan bahan baku untuk berbagai industri hilir seperti ban, sepatu
karet, sarung tangan, dan lain sebagainya. Hasil sampingan dari pohon karet
adalah kayu karet yang dapat berasal dari kegiatan rehabilitasi kebun ataupun
peremajaan kebun karet tua/tidak menghasilkan lateks lagi. Umumnya kayu karet
yang diperjual belikan adalah dari peremajaan kebun karet yang tua yang
dikaitkan dengan penanaman karet baru lagi. Kayu karet dapat dipergunakan
sebagai bahan bangunan rumah, kayu api, arang, ataupun kayu gergajian untuk
alat rumah tangga (furniture). Pemanfaatan kayu karet dari kegiatan peremajaan
kebun karet tua dapat dilaksanakan bersamaan atau terkait dengan program
penanaman tanaman hutan seperti sengon atau akasia sebagai bahan pulp/pembuat
kertas. Areal tanam menggunakan lahan kebun yang diremajakan dan atau lahan‐lahan milik petani serta
lahan‐lahan kritis sekitar
pemukiman.
Sebagai
salah satu komoditas industri, produksi karet sangat tergantung pada teknologi
dan manajemen yang diterapkan dalam sistem dan proses produksinya. Produk
industri karet perlu disesuaikan dengan kebutuhan pasar yang senantiasa
berubah.
Status
industri karet Indonesia akan berubah dari pemasok bahan mentah menjadi pemasok
barang jadi atau setengah jadi yang bernilai tambah lebih tinggi dengan
melakukan pengeolahan lebih lanjut dari hasil karet. Kesemuanya ini memerlukan
dukungan teknologi industri yang lengkap, yang mana diperoleh melalui kegiatan
penelitian dan pengembangan teknologi yang dibutuhkan. Indonesia dalam hal ini
telah memiliki lembaga penelitian karet yang menyediakan ilmu pengetahuan,
teknologi dan inovasi di bidang perkaretan.
Karet
merupakan komoditas ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya
peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia beberapa tahun terakhir
terus menunjukkan adanya peningkatan dengan begitu pendapatan devisa dari komoditas
ini menunjukan hasil yang bagus.
Seiring
dengan keinginan manusia menggunakan barang yang bersifat tahan dari pecah dan
elastis maka kebutuhan akan karet saat ini akan terus berkembang dan meningkat
sejalan dengan pertumbuhan industri otomotif, kebutuhan rumah sakit, alat
kesehatan dan keperluan rumah tangga dan sebagainya. Diperkirakan untuk masa
yang akan datang kebutuhan akan karet akan terus meningkat. Tentu hal ini akan
menjadi peluang yang baik bagi Indonesia mengekspor karet dan hasil olahan
industri karet yang ada di Indonesia ke negara‐negara lainnya.
Dengan
memperhatikan adanya peningkatan permintaan akan bahan karet alami di negara‐negara industri terhadap komoditas
karet dimasa yang akan datang, maka upaya untuk meningkatkan persediaan akan
karet alami dan industri produksi karet merupakan langkah yang bagus untuk
dilaksanakan. Guna mendukung hal ini semua, perlu diperhatikan perkembangan
perkebunan karet, industri hilir guna memberi nilai tambah dari hasil industri
hulu.
Jumlah
konsumsi karet dunia meningkat dan lebih tinggi dari produksi yang ada. Dengan
begitu Indonesia akan mempunyai peluang untuk menjadi produsen terbesar dunia
dikarenakan Negara‐negara
pesaing utama seperti Thailand dan Malaysia semakin kekurangan lahan dan sulit
mendapatkan tenaga kerja yang murah sehingga ini bisa menjadi keunggulan
komparatif dan kompetitif Indonesia supaya menjadi lebih baik untuk peningkatan
industri karet.
Dalam
periode lima tahun ini industri produksi karet Indonesia mengalami perubahan
yang lebih baik dilihat dari peningkatan total ekspor komoditas karet secara
keseluruhan dari tahun ke tahun. Walau Negara‐negara lain tidak mempunyai lahan perkebunan
karet yang luas seperti di Indonesia, tetapi total nilai ekspor karet Negara‐negara pesaing ini lebih
bagus daripada di Indonesia dikarenakan negara‐negara pesaing lebih banyak melakukan
ekspor karet sintetik dengan menghandalkan teknologi yang bagus dari industri
mereka. Dengan melihat perkembangan industri karet yang ada di Indonesia saat
ini memang kalah untuk menghasilkan karet sintetik seperti Negara‐negara pesaing tetapi
Indonesia bisa meningkatkan hasil industri karet alamnya.
Dengan
meningkatnya kebutuhan karet sintetik dalam industri untuk menghasilkan suatu
produk barang‐barang
dari bahan karet sintetik, ini mengakibatkan Indonesia untuk melakukan impor
karet sintetik dan mengakibatkan peningkatan kebutuhan Indonesia terhadap karet
sintetik. Dilihat dari periode lima tahun terakhir ini total nilai impor
Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat dikarenakan ragam produk karet
yang dihasilkan dan di ekspor Indonesia masih terbatas, pada umumnya masih
didominasi oleh produk primer (raw material) dan produk setengah jadi.
Upaya-upaya peningkatan
daya saing karet
dan produk karet
berkaitan langsung dengan program
pengembangan industri nasional.
Sebagaimana yang dilakukan Pemerintah, strategi pengembangan industri
karet dan produk dari
karet nasional terbagi menjadi dua
katagori yaitu dari sisi
penawaran (supply) dan kedua dari sisi permintaan (demand). Sisi supply dimaksudkan produksi karet
nasional berupa intensifikasi dan
ekstensifikasi lahan karet nasional, pengembangan bahan baku produk karet,
peningkatan kapasitas sumber daya
manusia, penyediaan insentif bagi
investasi produk-produk berbahan baku
karet nasional serta kemudahan
dalam permodalan. Sisi demand
berupa pengembangan kualitas
produk karet nasional, adanya diversifikasi produk dari karet,
pengembangan dan perluasan pasar
domestik serta pengembangan serta perluasan
pasar luar dan
dalam negeri melalui
berbagai pameran, promosi maupun expo.
Prospek karet
dan produk dari
karet ke depan
diperkirakan masih terus meningkat dan menguntungkan
pelaku usaha. Peluang ini
semestinya dimanfaatkan secara
maksimal oleh para pelaku
usaha dalam negeri dengan jalan meningkatkan daya saing usaha dan
produk yang dihasilkan. Upaya peningkatan produktivitas kebun dan
efisiensi usaha produk dari karet serta peningkatan kualitas bahan olahan.
Ada beberapa strategi
peningkatan daya saing karet dan
produk karet Indonesia antara lain
adalah sebagai berikut :
1. Iklim
usaha dan kemudahan sistem birokrasi
Iklim usaha yang kondusif dengan perbaikan dan kemudahan birokrasi merupakan salah satu
langkah peningkatan daya
saing. Kondisi dan perbaikan tersebut juga meliputi akses perbankan dan
fasilitas investasi permesinan
yang akan dapat meningkatkan produk-produk dari
karet dalam negeri.
2. Perbaikan
dan pengembangan infrastruktur
Peningkatan infrastruktur,
seperti sarana jalan, pelabuhan dan lain-lain sebaiknya segera dilakukan pemerintah guna mendukung
kegiatan industri dalam negeri.
Dukungan dana APBN
diperlukan guna percepatan dan
pengembangan infrastruktur dalam rangka peningkatan daya saing
sektor riil. Di sisi
lain, perlu terus dilakukan peningkatan infrastruktur
untuk mengurangi biaya tinggi
(high cost) dalam kegiatan
distribusi bahan baku dan ekspor.
3. Peningkatan
kemampuan dan kualitas petani karet dan
tenaga kerja
Petani karet
dan tenaga kerja merupakan faktor utama
dalam produksi. Motivasi dan
budaya kerja khususnya pada sektor
industri produk dari karet mempengaruhi produktivitas dan kreativitas kerja. Namun, produktivitas tenaga kerja Indonesia masih tertinggal
dengan tenaga kerja di negara industry maju. Untuk itu
guna meningkatkan keterampilan
dan kemampuan petani serta kualitas kerja tenaga kerja
Indonesia perlu dilakukan penyuluhan,
kursus maupun pelatihan.
Kegiatan tersebut diharapkan dapat
meningkatkan kualitas produk
yang berstandar internasional
sekaligus tercapainya efisiensi.
4. Peningkatan
produksi dan inovasi produk dari karet
Bila dibandingkan dengan
produk Tiongkok, harga produk dari karet
Indonesia masih relatif
lebih mahal dibanding produk Tiongkok. Hal
ini tentu saja disebabkan karena produk dari karet
Tiongkok lebih efisien.[20] Oleh
karenanya diperlukan peningkatan
produksi, inovasi produk dan peningkatan kualitas produk guna meningkatkan daya saing
produk karet. Disisi lain
terus dilakukannya penelitian dan
pengembangan (research and
development) karet dan produk dari
karet nasional.
5. Peningkatan
strategi melalui kualitas produk, harga
dan promosi.
Saat ini
persaingan komoditas ini
makin ketat sehingga
peningkatan strategi melalui
produk, harga dan promosi karet dan
produk dari karet Indonesia.
Fokus produk dari karet Indonesia hendaknya diproduksi dengan
selalu meningkatkan kualitas, karena
konsumen sangat rasional saat ini.
Konsumen selalu mempertimbangkan tidak
hanya harga semata melainkan juga kualitas produknya. Peningkatan strategi
juga dilakukan melalui penetrasi harga.
Produsen harus memiliki strategi
teretentu dalam penetapan harga sehingga dapat bersaing dengan produk-produk
sejenis dari negara lainnya..
6. Penciptaan produk karet dan produk dari karet yang ramah
lingkungan
Isu perubahan iklim (climate
change) merupakan isu internasional yang
tidak boleh dihindari sehingga industri yang
ramah lingkungan saat ini
merupakan faktor prasyarat
agar produk bersaing di pasaran, karena
beberapa negara tujuan menerapkan produk-produk yang mengedepankan produk ramah lingkungan.
Strategi ini dilakukan guna menghindari pemutusan kerjasama
ekspor maupun impor akibat limbah
industri yang mencemari lingkungan.
Untuk
meningkatkan daya saing industri nasional selama periode jangka menengah antara
tahun 2010-2014, Pemerintah mempunyai lima fokus kebijakan, yaitu antara lain:
1. Mendorong
penyebaran industri manufaktur ke seluruh wilayah Indonesia, terutama ke
wilayah yang industrinya belum tumbuh secara optimal, namun wilayah tersebut
memiliki sumber daya yang melimpah;
2. Meningkatkan
kompetensi inti industri daerah dengan mendorong dihasilkannya produk-produk
yang bernilai tambah tinggi;
3. Memperdalam
struktur industri nasional dengan mendorong tumbuhnya industri pionir dalam
rangka melengkapi pohon industri.
4. Mendorong
tumbuhnya industri komponen dan industri pendukung di dalam negeri untuk
mengurangi ketergantungan bahan baku dan komponen impor seperti pada industri
elektronika, otomotif dan permesinan;
5. Meningkatkan
daya saing industri prioritas yang sesuai dengan amanat Perpres No. 28 Tahun
2008 tentang Kebijakan Industri Nasional.
BAB IV
PENUTUP
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Melihat
perkembangan baik dari segi konsumsi maupun produksi karet dunia, dalam tahun‐tahun mendatang
dipastikan masih akan terus meningkat. Indonesia merupakan penghasil karet
sekaligus sebagai salah satu basis manufaktur karet dunia. Tersedianya lahan
yang luas memberikan peluang untuk menghasilkan karet alami yang lebih besar
lagi dengan menambah areal perkebunan karet. Tetapi lebih utama dari itu,
produksi karet alam bisa ditingkatkan dengan meningkatkan teknologi pengolahan
karet untuk meningkatkan efisiensi, dengan demikian output (latex) yang
dihasilkan dari input (getah) bisa lebih banyak dan menghasilkan material sisa
yang semakin sedikit.
Meskipun
pasar karet alam lebih sedikit dibanding dengan pasar karet sintetik, namun
produksi maupun konsumsi karet alam masih cukup besar. Salah satu kelebihan
dari karet alamantara lain dilihat dari segi kestabilan harganya yang tidak
terpengaruh secara langsung oleh harga minyak dunia. Tidak demikian halnya
dengan harga karet sintetik yang terkena dampak langsung oleh kenaikan harga
minyak dunia yang terjadi belakangan ini.
Pangsa
pasar karet Indonesia dalam 10 tahun terakhir sudah cukup baik. Indonesia
menjadi produsen karet terbesar di dunia setelah Thailand, sehingga daya saing
karet di pasar global juga sangat baik. Komoditas karet Indonesia umumnya
diekspor ke negara-negara industri yang membutuhkan karet sebagai bahan
bakunya. Negara-negara tujuan ekspor karet Indonesia di antaranya adalah
Amerika Serikat, Jepang, dan Tiongkok. Permintaan dan penawaran karet Indonesia
cukup stabil di beberapa tahun terakhir. Permintaan atas karet Indonesia
ditentukan oleh kebutuhan pasar untuk memproduksi barang jadi dari karet, misalnya
permintaan produk alas kaki atau manufaktur ban sedang tinggi, dapat dipastikan
permintaan karet juga tinggi. Penawaran karet dari Indonesia ditentukan dari
produktifitas dalam negeri, apabila proses dari panen karet sampai diolah jadi
bahan mentah siap pakai berjalan dengan lancar, maka Indonesia dapat menawarkan
komoditas karet dalam jumlah yang besar.
4.2
Saran
Komoditas
karet yang diekspor Indonesia ke pasar global umumnya masih berbentuk bahan mentah. Padahal apabila bahan mentah
karet tersebut dapat diolah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi,
tentu nilai jual barang tersebut akan semakin tinggi. Disini perlu adanya peran
pemerintah untuk mendorong masyarakat membuat produk-produk kerajinan atau
barang rumah tangga lainnya agar bahan mentah tersebut akan naik nilai jualnya.
Selain nilai jual yang lebih tinggi di pasar global, setidaknya barang jadi
atau setengah jadi tersebut dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri, sehingga
dapat mengurangi kuota impor produk karet dari luar negeri. Perusahaan juga
memiliki peranan yang sangat penting untuk dapat mengolah komoditas karet
tersebut menjadi produk yang nilai jual dan daya saingnya lebih tinggi.
Selain membuat produk dengan kualitas yang
baik, harus diiringi dengan metode penjualan yang baik. Marketing sebagai kunci
untuk memasarkan dan mengenalkan produk Indonesia ke luar negeri. Upaya itu
dilakukan agar konsumen dari masyarakat dunia tertarik untuk membeli dan
menggunakan komoditas karet dari Indonesia.
Peluang pasar
internasional masih terbuka
lebar karena pertumbuhan
dan perkembangan negara-negara
industri yang
pesat sekarang ini
terutama produk-produk automotif
yang banyak membutuhkan komoditas
karet dan produk dari
karet. Namun demikian pengembangan daya
saing komoditas ini terus diperbaiki dan difokuskan pada beberapa
persyaratan standar produk yang
ditetapkan negara pengimpor seperti standarisasi produk, pengemasan,
labeling, origin marking, sehingga komoditas
ekspor tersebut tidak
kalah dengan pesaing
lainnya. Di samping
itu diperlukan pengembangan
sektor manufaktur tidak
hanya produk primer seperti
karet mentah tetapi
melakukan upaya pergeseran (shifting) keunggulan dari sektor
primer menuju sektor industri
pengolahan karet (produk dari karet)
karena mempunyai nilai tambah (vallue
added) lebih besar.
Salah satu
cara yang ditempuh guna
meningkatkan daya saing komoditas karet dan produk dari
karet Indonesia adalah melakukan
pengalihan pasar selain negara tujuan
utama. Yaitu melakukan penetrasi pasar pada beberapa
negara industri lainnya
seperti India, karena India mempunyai industri automotif yang sedang
berkembang pesat, disamping itu
permintaan terus naik.
Cara lain
yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan daya
saing adalah terus dilakukannya peningkatan produktivitas
guna menghasilkan karet dan
produk dari karet yang
lebih efisien dengan kualitas yang lebih
baik. Demikian juga perlu
dilakukan kerjasama antar pelaku usaha
untuk mendorong persaingan yang sehat.
Hal ini terkait dengan peran
pemerintah untuk menciptakan kondisi dan iklim
usaha yang kondusif bagi komoditas karet dan
industri karet dalam rangka menghasilkan produk-produk dari karet yang berkualitas.
Dan
hal yang tidak kalah penting adalah Indonesia harus patuh terhadap Hukum
Perdagangan Internasional yang berlaku. Hukum perdagangan internasional diatur
dalam GATT (General Agreement on Tariff
and Trade) tahun 1947.[21]
GATT memiliki lima prinsip utama yaitu Most
Favoured Nation (perdagangan nondiskriminatif), National Treatment (produk dari suatu negara yang diimpor harus
diperlakukan sama seperti produk dalam negeri), larangan restriksi,
perlindungan tarif, dan prinsip resiprositas (saling menguntungkan).
Dengan menaati hukum
perdagangan internasional, Indonesia secara tidak langsung membentuk citra yang
baik di masyarakat internasional sebagai negara yang melakukan perdagangan
internasional secara sehat. Sehingga ke depannya, Indonesia mendapatkan
kelancaran saat melakukan kegiatan perdagangan internasional.
[1] Jackson,
Robert, dan Sorensen, George. 2005. Pengantar
Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm: 50-60.
[2] Bakry,
Umar Suryadi. 2015. Ekonomi Politik
Internasional: Suatu Pengantar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm: 28-35.
[3]
Porter,Michael. 1990. The Competitive
Advantage of Nations. The Macmillan Press. Hal: 21-36.
[4] Diakses
dari http://www.valuebasedmanagement.net/methods_porter_diamond_model.html
pada 9 November 2017, 21:42.
[5] https://www.indonesia-investments.com/id/bisnis/komoditas/karet/item185?
Diakses pada 1 November 2017, 20:04.
[6] Association
of Natural Rubber Producing Countries. http://www.anrpc.org/
Diakses pada 1 November 2017, 20:20.
[7] Diakses
dari https://www.indonesia-investments.com/upload/images/Rubber-Production-Map-Indonesia-Investments.png
pada 9 November 2017, 22:30.
[8]
Statistik Perkebunan Indonesia - Tree Crop Estate Statistics Of Indonesia 2015
– 2017. Direktorat Jendral Perkebunan. Diakses dari http://ditjenbun.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/statistik/2017/Karet-2015-2017.pdf
pada 1 November 2017, 20:56.
[9]
Direktorat Jendral Perkebunan. Statistik Perkebunan Karet Indonesia 2015-2017.
Diakses dari http://ditjenbun.pertanian.go.id
pada 9 November 2017, 23:12.
[10] Gambaran
Sekilas Industri Karet. Departemen Perindustrian. Diakses dari www.depperin.go.id pada 2 November 2017,
19:23.
[11] Association
of Natural Rubber Producing Countries, Indonesian Rubber Association
(Gapkindo), and Food and Agriculture Organization of the United Nations. http://www.anrpc.org/ Diakses pada 1
November 2017, 20:20.
[12] Ibid.
[13] Basri,Faisal
dan Haris Munandar,2010. Dasar-Dasar Ekonomi Internasional: Pengenalan dan
Aplikasi Metode Kuantitatif. Kencana: Jakarta. Hlm: 58.
[14] International
Rubber Study Group (IRSG) adalah sebuah organisasi antar pemerintah yang
menyediakan forum untuk diskusi mengenai hal-hal yang mempengaruhi penawaran
dan permintaan karet sintetis dan alami.
[15] International
Rubber Study Group, 2009. Diakses dari http://www.rubberstudy.com/statistics.aspx
pada 2 November 2017, 13:04.
[16] Basri,
op.cit., hlm: 36.
[17]
Departemen Perindustrian, 2007. Diakses dari http://www.kemenperin.go.id/download/288/Paket-Informasi-Komoditas-Karet
pada 2 November 2017, 13:12.
[18] Statistik
Perkebunan Indonesia - Tree Crop Estate Statistics Of Indonesia 2015 – 2017.
Direktorat Jendral Perkebunan.
[19]
Direktorat Jendral Perkebunan. Statistik Perkebunan Karet Indonesia 2015-2017. Op.Cit.
[20]
Kementrian Keuangan Republik Indonesia. Analisis
Daya Saing Karet dan Produk dari Karet Indonesia Terhadap China. Diakses
dari https://www.kemenkeu.go.id/Kajian/analisis-daya-saing-karet-dan-produk-dari-karet-indonesia-terhadap-china
pada 2 November 2017, 21:25.
[21] Adolf,
Huala. 2005. Hukum Perdagangan
Internasional. Jakarta: Rajawali Press. Hlm: 162-163.
DAFTAR PUSTAKA
Buku dan Jurnal Elektronik
Adolf, Huala. 2005. Hukum Perdagangan Internasional. Jakarta: Rajawali Press.
Anwar,
Chairil. 2006. Perkembangan Pasar dan
Prospek Agribisnis Karet Di
Indonesia. Medan: Pusat Penelitian Karet.
Arifin,
Syamsul , Ediana Rae, Dian dan Joseph
PR. Charles. 2007. Kerja Sama Perdagangan
Internasional, Peluang dan Tantangan
bagi Indonesia. Jakarta: Penerbit PT
Elex Media Komputindo,
Bakry, Umar Suryadi. 2015. Ekonomi Politik Internasional: Suatu
Pengantar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Deliarnov. 2006. Ekonomi Politik. Jakarta: Erlangga.
Fahmi,
Irham. 2015. Pengantar Politik Ekonomi.
Bandung: Alfabeta.
Jackson, Robert, dan Sorensen, George.
2005. Pengantar Studi Hubungan Internasional.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Masoed,
Mochtar. 1994. Ekonomi Politik
Internasional dan Pembangunan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Porter,Michael.
1990. The Competitive Advantage of
Nations. The Macmillan Press.
Salvatore,
Dominick. 1992. Ekonomi Internasional,
Teori dan Soal-Soal. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Tambunan,
Tulus. 2001. Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran, Teori dan temuan
Empiris. Jakarta: LP3ES.
Website
Association of Natural Rubber Producing
Countries. http://www.anrpc.org/
Diakses pada 1 November 2017, 20:20.
AS Jadi Pasar Ekspor Karet Alam Terbesar
Indonesia Sejak 2010. Diakses dari http://ekonomi.kompas.com/read/2016/02/04/174209426/AS.Jadi.Pasar.Ekspor.Karet.Alam.Terbesar.Indonesia.Sejak.2010
pada 1 November 2017, 21:28.
Bisnis Komoditas Karet. https://www.indonesia-investments.com/id/bisnis/komoditas/karet/item185?
Diakses pada 1 November 2017, 20:04.
Departemen Perindustrian, 2007. Diakses
dari http://www.kemenperin.go.id/download/288/Paket-Informasi-Komoditas-Karet
pada 2 November 2017, 13:12.
Departemen Perindustrian. Gambaran Sekilas Industri Karet. Diakses
dari www.depperin.go.id
pada 2 November 2017, 19:23.
Direktorat Jendral Perkebunan. Statistik Perkebunan Indonesia - Tree Crop
Estate Statistics Of Indonesia 2015 – 2017. Diakses dari http://ditjenbun.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/statistik/2017/Karet-2015-2017.pdf
pada 1 November 2017, 20:56.
International Rubber Study Group, 2009.
Diakses dari http://www.rubberstudy.com/statistics.aspx
pada 2 Oktober 2017, 13:04.
Kementrian Keuangan Republik Indonesia. Analisis Daya Saing Karet dan Produk dari
Karet Indonesia Terhadap China. Diakses dari https://www.kemenkeu.go.id/Kajian/analisis-daya-saing-karet-dan-produk-dari-karet-indonesia-terhadap-china
pada 2 November 2017, 21:25.
Porter’s Diamond Model. Diakses dari http://www.valuebasedmanagement.net/methods_porter_diamond_model.html
pada 9 November 2017, 21:42.