Cari yang kamu butuhkan

Minggu, 16 Desember 2018

Analisis Daya Saing Komoditas Karet Alam Indonesia Ke Pasar Global

Tulisan ini merupakan paper terbaik ke-6 dari Hubungan Internasional Universitas Riau dalam kompetisi Diskusi Ilmiah pada Pertemuan Nasional Mahasiswa Hubungan Internasional ke-29 (PNMHII XXIX) 2017 di Universitas Pasundan, Bandung.

Disusun oleh: 
Nurichsan Hidayah Putra Harahap      (1501116523)
Bhima Agung Segoro                              (1501115316)

Abstract

This paper aims to describe how to optimize Indonesian products, such as good and service, to a global market. Global market emerge due to globalization in modern economic era. We can access anything easily, although these needs are not produced domestically. In global market, everybody can make transactions across national borders. Therefore, Indonesian products must also be able to compete in the global market.
Natural rubber is one of the commodities that have potential in Indonesia. Rubber is used as raw material for various industrial needs. Indonesia is one of the largest rubber producing countries in the world, ranks second after Thailand, followed by Malaysia, Vietnam and India. Land in indonesia such as Riau, South Sumatera, North Sumatera, and Jambi, are suitable for planting rubber trees. As a potential commodity, Indonesian rubber products are exported to industrial countries that require rubber raw materials. Indonesia's rubber export destinations are the United States, the People's Republic of China, Japan, Singapore, and Brazil. The competitiveness of Indonesian rubber commodities in the global market is quite good today. If developed better, then Indonesia can be the largest exporter of rubber in the world, so it can increase economic growth Although the price of rubber in the global market is declining, but the export of Indonesian rubber is expected to run well.
Keywords: Indonesian Products, Rubber, Global Market, Economy.




BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Di masa globalisasi seperti sekarang ini, pasar bebas dan perdagangan bebas selalu menjadi fokus utama negara-negara dalam bersaing di dunia internasional. Masing-masing negara berlomba-lomba untuk meningkatkan kekuatan ekonominya dengan melakukan perdagangan berupa ekspor-impor. Negara saling bersaing untuk bisa menguasai pasar global.
Untuk dapat bersaing baik di pasar dunia, maupun pasar domestik, upaya peningkatan daya saing perlu terus dilakukan melalui intervensi berbagai faktor yang dapat mempengaruhi daya saing tersebut. Daya saing (competitiveness) adalah kekuatan untuk menembus pasar ekspor sekaligus sebagai kekuatan untuk membendung impor. Keberhasilan dalam perdagangan internasional suatu negara dapat dilihat dari daya saingnya.
Daya saing ini merupakan suatu konsep umum yang digunakan di dalam ekonomi, yang merujuk kepada komitmen terhadap persaingan pasar terhadap keberhasilannya dalam persaingan internasional. Daya saing telah menjadi kunci bagi perusahaan, negara maupun wilayah untuk bisa berhasil dalam partisipasinya dalam globalisasi dan perdagangan bebas dunia.
Dalam paper ini memfokuskan kepada pembahasan tentang komoditas karet alam di Indonesia. Dinamika produksi dan ekspor karet Indonesia sudah cukup baik. Indonesia menjadi salah satu negara eksportir karet terbesar. Pohon karet cocok ditanam di tanah dengan iklim tropis, di Indonesia pohon karet banyak tumbuh di Riau dan daerah Sumatera lainnya.
Tujuan utama ekspor karet umunya dikirim ke negara-negara industri yang membutuhkan karet sebagai bahan bakunya. Karet dapat digunakan sebagai bahan baku manufaktur ban, sarung tangan, alas kaki, dan produk-produk lainnya. Meskipun memiliki wilayah kebun karet yang luas, namun Indonesia saat ini hanya mampu produktif dalam menghasilkan karet mentah. Industri di dalam negeri belum cukup mumpuni untuk mengolah karet tersebut.
Tingkat ekspor dan impor karet Indonesia ke pasar global setiap tahunnya mengalami naik turun. Harga jual karet Indonesia di pasar global juga tidak menentu, hal tersebut ditentukan oleh permintaan dan penawaran (supply and demand) atas komoditas karet tersebut. Maka dari itu daya saing komoditas karet dari Indonesia perlu ditingkatkan agar penjualan karet di pasar global tetap stabil dan diharapkan akan meningkat setiap tahunnya

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan rumusan masalah yaitu:
  1. Bagaimana dinamika produksi dan ekspor komoditas karet Indonesia di pasar global?
  2. Bagaimana strategi dan upaya yang dilakukan pemerintah dan perusahaan untuk meningkatkan daya saing komoditas karet Indonesia di pasar global?


1.3  Tujuan Penelitian
Tujuan dari disusunnya paper ini adalah sebagai berikut:
  1. Untuk mengikuti diskusi ilmiah (paper presentation) pada Pertemuan Nasional Mahasiswa Hubungan Internasional se-Indonesia (PNMHII) ke XXIX di Universitas Pasundan.
  2. Untuk memaparkan dinamika produksi dan ekspor komoditas karet Indonesia di pasar global dan upaya untuk meningkatkan daya saingnya.


3.       
BAB II
KERANGKA TEORI

2.1 Landasan Teori
Perkembangan Ilmu Hubungan Internasional dewasa ini semakin kompleks. Studi HI di awal perkembangannya selalu berbicara tentang high-politic yaitu tentang pertahanan dan keamanan suatu negara. Namun sekarang studi HI mulai berbicara tentang low-politic yakni diantaranya membahas tentang ekonomi, sosial, dan budaya.
Ekonomi dalam kaitannya terhadap perkembangan ilmu politik tidak dapat dipisahkan, karena ekonomi dan politik saling mempengaruhi. Dalam kajian International Political Economy, dijelaskan bahwa ekonomi politik merupakan kajian yang membahas tentang hubungan antara negara dan pasar. Sehingga muncul berbagai perspektif dalam ekonomi politik internasional, seperti Merkantilisme, Liberalisme perdagangan, dan Marxisme.[1] Dan ada banyak jenis-jenis sistem ekonomi yaitu kapitalisme, sosialisme, campuran, Islam, dan Pancasila.
Berbicara tentang pasar global, konsep itu berangkat dari pemikiran Adam Smith tentang perdagangan bebas dan kapitalisme. Seiring perkembangan zaman, negara tidak lagi bersaing secara fisik dengan kekuatan militer. Namun negara-negara saling bersaing untuk memperkuat ekonominya.
Dalam paper ini menggunakan landasan teori ekonomi politik internasional, yaitu perspektif neoliberalisme. Teori pertama yaitu tentang perdagangan bebas, kapitalisme, dan invisible hand dari pemikiran tokoh Adam Smith.[2] Dalam konsep invisible hand, mekanisme pasar bergerak sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran (supply and demand).
Selain konsep perdagangan dan pasar bebas oleh Adam Smith, dalam paper ini juga menggunakan teori dan konsep Competitive Advantage oleh Michael Porter. Porter  membedakan  empat faktor dasar yang saling terkait dan  dapat mendorong atau  menghambat daya saing  suatu  negara, yang  kemudian  dikenal dengan  Porter’s Diamond Theory, antara lain:[3]
1.   Faktor Kondisi. Faktor kondisi adalah kekuatan suatu negara yang dilihat berdasarkan faktor-faktor produksi yang dimiliki negara tersebut. Faktor-faktor  produksi tersebut terdiri atas sumber daya alam, sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi, modal, dan  infrastruktur.
2.   Faktor  Permintaan. Faktor permintaan berkaitan dengan permintaan akan barang dan jasa oleh konsumen yang berada dalam suatu negara, dimana permintaan tersebut dipengaruhi oleh komposisi keinginan dan kebutuhan konsumen, jangkauan pasar dan tingkat pertumbuhan pasar, mekanisme penyaluran kebutuhan dan keinginan konsumen domestik ke pasar luar negeri.
3.   Faktor Industri Pendukung. Faktor  industri  pendukung  berkaitan  dengan  ketersediaan    industri    yang  dapat memasok dan  mendukung  persaingan  internasional.
4.   Faktor  Strategi, Struktur, dan  Persaingan. Faktor strategi, struktur, dan  persaingan mengacu pada  bagaimana suatu perusahaan dijalankan,   diorganisasikan,   bagaimana   struktur   manajemen   yang   ada,   serta bagaimana kondisi  persaingan  di pasar.
Bagan 1. Porter's Diamond Theory[4]

2.2 Operasionalisasi Teori
Teori
Operasional
Neoliberalisme
Dalam perspektif neoliberalisme, konsep soft power (ekonomi) lebih diutamakan dari hard power (militer). Dari perspektif ini, muncul konsep-konsep perdagangan bebas dan pasar bebas.

Sektor pertanian dan perkebunan masih menjadi sektor utama di Indonesia dalam perdagangan internasional. Indonesia dalam memenuhi kebutuhan dalam negerinya melakukan ekspor impor. Selain memenuhi kebutuhan yang tidak dapat diproduksi dalam negeri, perdagangan juga berguna untuk menambah devisa negara.
Competitive Advantage
Competitive Advantage dalam operasionalnya adalah upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan konsumen sehingga memperoleh customer satisfaction. Keunggulan kompetitif dapat diraih apabila perusahaan mampu menghasilkan produk yang mampu melebihi kualitas produk yang sudah ada.

Keunggulan kompetitif lebih melihat kepada perbandingan terhadap bagaimana suatu komoditas atau produk dapat dihasilkan dengan baik. Misalnya perusahaan karet dalam menghasilkan karet yang berkualitas, harus dapat bersaing dengan perusahaan lainnya. Sehingga tolak ukur yang digunakan yaitu penguasaan mesin dan teknologi, dan sumber daya manusia yang mumpuni. Kinerja dari suatu perusahaan apabila lebih baik dari perusahaan lainnya maka perusahaan tersebut bisa mendapatkan keuntungan kompetitif/bersaing.


BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Dinamika Komoditas Karet Indonesia di Pasar Global
Karet dikenal karena kualitas elastisnya, adalah sebuah komoditas yang digunakan di banyak produk dan peralatan di seluruh dunia, mulai dari produk-produk industri sampai rumah tangga. Ada dua tipe karet yang dikenal luas, karet alam dan karet sintetis. Karet alam dibuat dari getah (lateks) dari pohon karet, sementara tipe sintetis dibuat dari minyak mentah. Kedua tipe ini dapat saling menggantikan dan karenanya mempengaruhi permintaan masing-masing komoditas; ketika harga minyak mentah naik, permintaan untuk karet alam akan meningkat. Namun ketika gangguan suplai karet alam membuat harganya naik, maka pasar cenderung beralih ke karet sintetis.
Pohon karet memerlukan suhu tinggi yang konstan (26-32 derajat Celsius) dan lingkungan yang lembab supaya dapat berproduksi maksimal. Kondisi-kondisi ini ada di Asia Tenggara tempat sebagian besar karet dunia diproduksi. Sekitar 70% dari produksi karet global berasal dari Thailand, Indonesia dan Malaysia.[5] Memerlukan waktu tujuh tahun untuk sebatang pohon karet mencapai usia produksinya. Setelah itu, pohon karet tersebut dap­­at berproduksi sampai berumur 25 tahun.
Tabel 1. Negara Produsen Karet Alam Terbesar pada Tahun 2014 (dalam ton)[6]
 1. Thailand
       4,070,000
 2. Indonesia
       3,200,000
 3. Malaysia
       1,043,000
 4. Vietnam
       1,043,000
 5. India
         849,000
Sebagai produsen karet terbesar kedua di dunia, jumlah suplai karet Indonesia penting untuk pasar global. Sejak tahun 1980an, industri karet Indonesia telah mengalami pertumbuhan produksi yang stabil. Kebanyakan hasil produksi karet negara ini - kira-kira 80% - diproduksi oleh para petani kecil. Oleh karena itu, perkebunan Pemerintah dan swasta memiliki peran yang kecil dalam industri karet domestik.
Produksi karet terbesar di Indonesia berasal dari provinsi-provinsi berikut:
1. Sumatra Selatan
2. Sumatra Utara
3. Riau
4. Jambi
5.Kalimantan Barat
Gambar 1. Daerah-Daerah Penghasil Karet di Indonesia[7]
Total luas perkebunan karet Indonesia telah meningkat secara stabil selama satu dekade terakhir. Di tahun 2015, perkebunan karet di negara ini mencapai luas total 3,65 juta hektar.[8] Karena prospek industri karet positif, telah ada peralihan dari perkebunan-perkebunan komoditas seperti kakao, kopi dan teh, menjadi perkebunan-perkebunan kelapa sawit dan karet. Jumlah perkebunan karet milik petani kecil telah meningkat, sementara perkebunan Pemerintah dan swasta telah agak berkurang, kemungkinan karena perpindahan fokus ke kelapa sawit.
Provinsi
Immature
Mature
Damaged
Total Areal (Hektar)
Produksi (Ton)
Produktivitas (Kg/Ha)
Jumlah Petani
Jumlah Tenaga Kerja
Riau
28.306
308.708
11.126
348.140
322.517
1.045
200.123
17.850
Riau selain dikenal sebagai penghasil kelapa sawit yang besar di Indonesia, di Riau juga menghasilkan komoditas karet yang sangat besar. Rincian luas areal dan produksi karet di Riau pada tahun 2016 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Luas Areal, Produksi, dan Tenaga Kerja Komoditas Karet[9]

Status tanah yang digunakan sebagai lahan penanaman pohon karet di Riau adalah milik penduduk. Para petani karet mengumpulkan hasil karet-karet tersebut dan menjualnya ke perusahaan. Salah satu perusahaan yang mengolah karet tersebut dan mengekspornya ke luar negeri yaitu PT. Lahan Tani Sakti yang beralamat di Rokan Hilir, Provinsi Riau.
Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk penanaman karet, sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Luas area perkebunan karet tahun 2015 tercatat mencapai lebih dari 3.2 juta ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Diantaranya 85% merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7% perkebunan besar negara serta 8% perkebunan besar milik swasta. Produksi karet secara nasional pada tahun 2015 mencapai 2.2 juta ton.[10] Jumlah ini masih akan bisa ditingkatkan lagi dengan melakukan peremajaan dan memberdayakan lahanlahan pertanian milik petani serta lahan kosong/tidak produktif yang sesuai untuk perkebunan karet
Sekitar 85% dari produksi karet Indonesia diekspor. Hampir setengah dari karet yang diekspor ini dikirimkan ke negara-negara Asia lain, diikuti oleh negara-negara di Amerika Utara dan Eropa. Lima negara yang paling banyak mengimpor karet dari Indonesia adalah Amerika Serikat (AS), Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Jepang, Singapura, dan Brazil. Konsumsi karet domestik kebanyakan diserap oleh industri-industri manufaktur Indonesia (terutama sektor otomotif).
Tabel 3. Produksi & Ekspor Karet Alam Indonesia[11]
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Produksi
(juta ton)
2.75
2.44
2.73
3.09
3.04
3.20
3.18
3.11
3.16
Ekspor
(juta ton)
2.30
1.99
2.20
2.55
2.80
2.70
2.60
2.30

Dibandingkan dengan negara-negara kompetitor penghasil karet yang lain, Indonesia memiliki level produktivitas per hektar yang rendah. Hal ini ikut disebabkan oleh fakta bahwa usia pohon-pohon karet di Indonesia umumnya sudah tua dikombinasikan dengan kemampuan investasi yang rendah dari para petani kecil, sehingga mengurangi hasil panen. Sementara Thailand memproduksi 1.800 kilogram (kg) karet per hektar per tahun, Indonesia hanya berhasil memproduksi 1.080 kg/ha. Baik Vietnam (1.720 kg/ha) maupun Malaysia (1.510 kg/ha) memiliki produktivitas karet yang lebih tinggi.[12]
Industri hilir karet Indonesia masih belum banyak dikembangkan. Saat ini, negara ini tergantung pada impor produk-produk karet olahan karena kurangnya fasilitas pengolahan-pengolahan domestik dan kurangnya industri manufaktur yang berkembang baik. Rendahnya konsumsi karet domestik menjadi penyebab mengapa Indonesia mengekspor sekitar 85% dari hasil produksi karetnya. Kendati begitu, di beberapa tahun terakhir tampak ada perubahan, walaupun lambat, karena jumlah ekspor sedikit menurun akibat meningkatnya konsumsi domestik. Sekitar setengah dari karet alam yang diserap secara domestik digunakan oleh industri manufaktur ban, diikuti oleh sarung tangan karet, benang karet, alas kaki, ban vulkanisir, sarung tangan medis dan alat-alat lain.
Kinerja ekspor komoditas pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya hasil perkebunan. Indonesia memiliki posisi yang cukup strategis pada komoditas karet, karet diharapkan menjadi salah satu penggerak kebangkitan ekonomi melalui peningkatan produksi yang akan meningkatkan ekspor karet. Strategi optimalisasi ekspor karet dinilai tepat mengingat harganya yang cukup tinggi di pasar dunia dan kemampuan pasar dalam negeri untuk mengolah karet menjadi barang industri masih rendah.

3.1.1 Permintaan dan Penawaran Karet Indonesia
Kondisi perdagangan karet alam semakin tahun semakin mengalami perbaikan. Hal ini sejalan dengan makin meningkatnya bidang perindustrian, baik di lingkup lokal maupun internasional. Peningkatan ini khususnya terjadi pada bidang otomotif. Makin berkembangnya ekonomi menyebabkan adanya pengembangan konsumsi terhadap berbagai barang otomotif.
Membaiknya kondisi perekonomian dunia pasca krisis keuangan global menyebabkan pemulihan industri otomotif yang berdampak pada meningkatnya permintaan terhadap karet alam. Industri yang makin marak berkembang khususnya adalah industri ban.[13] Kondisi tersebut menyebabkan makin meningkat juga permintaan terhadap karet alam sebagai bahan baku pembuatan ban. Harga minyak dunia yang terus merangkak naik juga berpengaruh terhadap peningkatan permintaan terhadap karet alam karena peningkatan ini menyebabkan naiknya biaya produksi karet sintetis sebagai substitusi karet alam.
Baik produksi maupun konsumsi terhadap karet alam mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Menurut catatan dari IRSG, pada tahun 2007 produksi karet alam global sebesar 9,8 juta ton dengan besaran konsumsi sebesar 10,2 juta ton.[14] Angka ini mengalami peningkatan pada tahun 2008, dimana produksi global mencapai 10,03 juta ton dan konsumsi mencapai 10,08 juta ton.
Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan produksi dan konsumsi pada karet sintetik yang justru mengalami penurunan. Produksi karet sintetik pada tahun 2007 mencapai 13,4 juta ton turun menjadi 12,79 juta ton pada tahun 2008. Penurunan produksi tersebut diikuti pula oleh penurunan konsumsi dimana pada tahun 2007 konsumsi terhadap karet sintetis mencapai 13,28 juta ton menjadi 12,57 pada tahun 2008.[15] Perkembangan tersebut tentu saja membawa pengaruh positif bagi Indonesia sebagai salah satu eksportir terbesar karet alam. Perbaikan tehadap harga karet memberikan peluang lebih besar untuk peningkatan devisa negara melalui kegiatan perdagangan. Potensi Indonesia sebagai produsen karet yang memiliki areal terluas di dunia sangat besar untuk meningkatkan produksinya. Prospek internasional pun semakin terbuka dengan terbukanya kondisi gobalisasi saat ini.
Pasar domestik terhadap karet alam Indonesia juga berkembang sejalan dengan adanya perbaikan dan peningkatan perekonomian dunia. Konsumsi karet alam nasional mengalami peningkatan rata-rata 23,3% per tahun sejak lima tahun terakhir. Terdapat dua faktor penggerak yang meningkatkan konsumsi domestik Indonesia terhadap karet alam. Pertama, pertumbuhan dalam industri otomotif, khususnya sepeda motor, menyebabkan permintaan akan produk olahan karet meningkat. Hal ini dikarenakan pertumbuhan produksi rata-rata sepeda motor Indonesia merupakan yang terbesar di Asia. Kedua, peningkatan pendapatan perkapita dan pertumbuhan populasi yang juga mengakibatkan pertumbuhan penjualan mobil dan sepeda motor di dalam negeri sehingga meningkatkan pula permintaan terhadap produk olahan karet.[16]
Permintaan terhadap karet alam dari tahun ke tahun semakin mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan nilai ekspor total karet alam dunia. Peningkatan tersebut mengindikasi adanya peningkatan terhadap permintaan karena perkembangan dalam dunia industri secara global.
Peningkatan konsumsi dunia terhadap karet alam ini memberikan peluang yang sangat besar bagi Indonesia untuk meningkatkan potensi ekspornya. Indonesia memiliki peluang yang besar pula untuk menjadi eksportir karet alam terbesar dunia, mengingat potensi pengembangan negara pesaing utama karet alam, yaitu Thailand dan Malaysia semakin kekurangan lahan dan sulit mendapatkan tenaga kerja yang murah.[17] Hal ini dapat menjadikan keunggulan tersendiri bagi Indonesia dalam rangka peningkatan industri karet nasional.
Indonesia merupakan negara yang memiliki luasan areal terbesar dalam penanaman karet alam. Meskipun demikian tidak menjadikan Indonesia sebagai eksportir terbesar pula. Indonesia merupakan negara pengekspor karet alam ke dua dalam jajaran eksportir karet alam terbesar dunia setelah Thailand. Indonesia mengalami kemajuan yang cukup baik dalam hal ekspor karet alam. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya nilai ekspor dari tahun ke tahun.
Produksi karet Indonesia tidak hanya digunakan dalam memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Kelebihan permintaan dalam negeri mendorong dilakukannya ekspor ke luar negeri. Peningkatan ekspor berdampak pada peningkatan devisa. Peningkatan ekspor karet Indonesia seiring dengan semakin tingginya produksi karet yang dihasilkan. Beberapa negara tujuan potensial ekspor karet Indonesia selama ini diantaranya adalah negara Amerika Serikat, Jepang, dan Tiongkok. Kondisi perekonomian dunia dan negara tujuan turut mempengaruhi ekspor karet Indonesia.
Bagan 2. Perkembangan Luas Areal, Produksi, Produktivitas dan Volume Ekspor-Impor Karet Tahun 2011-2015[18]

3.1.2 Tujuan Ekspor Karet Indonesia
Permintaan terhadap karet alam yang semakin meningkat dari tahun ke tahun membawa dampak bagi perdagangan karet alam Indonesia. Perkembangan dalam dunia industri secara global mengakibatkan pertumbuhan yang cukup pesat dalam perdagangan komoditas ini. Hal ini tentu saja memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan karet nasional. Membaiknya harga komoditas karet alam di pasaran internasional turut mendorong pertumbuhan produksi lokal. Hingga saat ini, perdagangan karet alam Indonesia terpusat ke beberapa negara tujuan utama. Dengan meningkatnya kebutuhan akan karet alam dari negaranegara industri, ini mempengaruhi ekspor karet Indonesia ke negaranegara lainnya. Kebanyakan adalah negara produsen mobil. Peningkatan juga terjadi karena adanya pengalihan karet sistetis akibat naiknya harga minyak dunia.
Tabel 4. Kuantitas Ekspor Karet Alam Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor[19]
Tahun
Negara Tujuan (ton)
Amerika Serikat
Jepang
Tiongkok
Singapura
Jerman
2001
517.187
151.695
136.764
78.387
62.461
2002
593.143
208.245
46.022
72.651
62.348
2003
598.310
228.957
107.724
79.317
73.313
2004
627.667
225.390
197.598
86.102
71.808
2005
669.120
260.812
249.791
115.614
61.974
2006
590.947
357.828
337.223
136.124
82.100
2007
644.270
398.025
341.821
162.032
80.809
2008
622.167
400.891
318.841
152.062
57.705
2009
394.307
273.022
457.118
100.742
36.638

Karet alam Indonesia diperdagangkan di berbagai negara di dunia. Negara-negara yang menjadi tujuan utama ekspor karet alam Indonesia hingga saat ini adalah Amerika, Jepang, dan Tiongkok. Lebih dari 50% ekspor karet alam Indonesia diserap oleh ketiga negara tersebut. Berdasarkan data dapat terlihat bahwa ekspor karet alam Indonesia terbesar ditujukan ke Amerika Serikat. Meskipun kuantitas ekspor karet Indonesia ke negara ini cenderung meningkat, namun dalam perkembangannya, persentase volume ekspor ini cenderung mengalami penurunan terhadap total kuantitas ekspor karet alam Indonesia. Walau Indonesia termasuk negara pengekspor karet mentah yang banyak diminati negaranegara industri, dikarenakan mulai banyaknya industri yang mengolah karet sintetis di Indonesia maka secara tidak langsung Indonesia lebih banyak melakukan impor karetkaret sintetis.

3.2 Upaya-Upaya Meningkatkan Daya Saing Karet Indonesia
Untuk meningkatkan daya saing karet Indonesia di pasar global, dan untuk mengantisipasi kekurangan karet alam yang akan terjadi, diperlukan suatu inovasi baru dari hasil industri karet dengan mengembangkan nilai tambah yang bisa diperoleh dari produk karet itu sendiri. Nilai tambah produk karet dapat diperoleh melalui pengembangan industri hilir dan pemanfaatan kayu karet sebagai bahan baku industri kayu.
Menunjuk dari pohon industri berbasis karet. Terlihat bahwa cukup banyak ragam produk yang dapat dihasilkan dari karet, namun sampai saat ini potensi kayu karet tua belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Pemanfaatan kayu karet merupakan peluang baru untuk meningkatkan margin keuntungan dalam industri karet. Pada saat tidak hanya getah karet saja yang diminati oleh konsumen tetapi kayu karet sebenarnya juga banyak diminati oleh konsumen baik dari dalam negeri maupun luar negeri, karena warnanya yang cerah dan coraknya seperti kayu ramin. Di samping itu, kayu karet juga merupakan salah satu kayu tropis yang memenuhi persyaratan ekolabeling karena komoditas ini dibudidayakan (renewable) dengan kegunaan yang cukup luas, yaitu sebagai bahan baku perabotan rumah tangga, particle board, parquet, MDF (Medium Density Fibreboard) dan lain sebagainya. Oleh karena itu, industri karet pada saat ini bukan hanya berorientasi untuk produksi getah karet tetapi juga untuk produksi biji dan kayu karet.
Hasil utama dari pohon karet adalah lateks yang dapat dijual/diperdagangkan oleh masyarakat berupa latek segar, slab/koagulasi ataupun sit asap/sit angin. Selajutnya produk tersebut sebagai bahan baku pabrik Crumb Rubber/Karet Remah yang menghasilkan bahan baku untuk berbagai industri hilir seperti ban, sepatu karet, sarung tangan, dan lain sebagainya. Hasil sampingan dari pohon karet adalah kayu karet yang dapat berasal dari kegiatan rehabilitasi kebun ataupun peremajaan kebun karet tua/tidak menghasilkan lateks lagi. Umumnya kayu karet yang diperjual belikan adalah dari peremajaan kebun karet yang tua yang dikaitkan dengan penanaman karet baru lagi. Kayu karet dapat dipergunakan sebagai bahan bangunan rumah, kayu api, arang, ataupun kayu gergajian untuk alat rumah tangga (furniture). Pemanfaatan kayu karet dari kegiatan peremajaan kebun karet tua dapat dilaksanakan bersamaan atau terkait dengan program penanaman tanaman hutan seperti sengon atau akasia sebagai bahan pulp/pembuat kertas. Areal tanam menggunakan lahan kebun yang diremajakan dan atau lahanlahan milik petani serta lahanlahan kritis sekitar pemukiman.
Sebagai salah satu komoditas industri, produksi karet sangat tergantung pada teknologi dan manajemen yang diterapkan dalam sistem dan proses produksinya. Produk industri karet perlu disesuaikan dengan kebutuhan pasar yang senantiasa berubah.
Status industri karet Indonesia akan berubah dari pemasok bahan mentah menjadi pemasok barang jadi atau setengah jadi yang bernilai tambah lebih tinggi dengan melakukan pengeolahan lebih lanjut dari hasil karet. Kesemuanya ini memerlukan dukungan teknologi industri yang lengkap, yang mana diperoleh melalui kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi yang dibutuhkan. Indonesia dalam hal ini telah memiliki lembaga penelitian karet yang menyediakan ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi di bidang perkaretan.
Karet merupakan komoditas ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia beberapa tahun terakhir terus menunjukkan adanya peningkatan dengan begitu pendapatan devisa dari komoditas ini menunjukan hasil yang bagus.
Seiring dengan keinginan manusia menggunakan barang yang bersifat tahan dari pecah dan elastis maka kebutuhan akan karet saat ini akan terus berkembang dan meningkat sejalan dengan pertumbuhan industri otomotif, kebutuhan rumah sakit, alat kesehatan dan keperluan rumah tangga dan sebagainya. Diperkirakan untuk masa yang akan datang kebutuhan akan karet akan terus meningkat. Tentu hal ini akan menjadi peluang yang baik bagi Indonesia mengekspor karet dan hasil olahan industri karet yang ada di Indonesia ke negaranegara lainnya.
Dengan memperhatikan adanya peningkatan permintaan akan bahan karet alami di negaranegara industri terhadap komoditas karet dimasa yang akan datang, maka upaya untuk meningkatkan persediaan akan karet alami dan industri produksi karet merupakan langkah yang bagus untuk dilaksanakan. Guna mendukung hal ini semua, perlu diperhatikan perkembangan perkebunan karet, industri hilir guna memberi nilai tambah dari hasil industri hulu.
Jumlah konsumsi karet dunia meningkat dan lebih tinggi dari produksi yang ada. Dengan begitu Indonesia akan mempunyai peluang untuk menjadi produsen terbesar dunia dikarenakan Negaranegara pesaing utama seperti Thailand dan Malaysia semakin kekurangan lahan dan sulit mendapatkan tenaga kerja yang murah sehingga ini bisa menjadi keunggulan komparatif dan kompetitif Indonesia supaya menjadi lebih baik untuk peningkatan industri karet.
Dalam periode lima tahun ini industri produksi karet Indonesia mengalami perubahan yang lebih baik dilihat dari peningkatan total ekspor komoditas karet secara keseluruhan dari tahun ke tahun. Walau Negaranegara lain tidak mempunyai lahan perkebunan karet yang luas seperti di Indonesia, tetapi total nilai ekspor karet Negaranegara pesaing ini lebih bagus daripada di Indonesia dikarenakan negaranegara pesaing lebih banyak melakukan ekspor karet sintetik dengan menghandalkan teknologi yang bagus dari industri mereka. Dengan melihat perkembangan industri karet yang ada di Indonesia saat ini memang kalah untuk menghasilkan karet sintetik seperti Negaranegara pesaing tetapi Indonesia bisa meningkatkan hasil industri karet alamnya.
Dengan meningkatnya kebutuhan karet sintetik dalam industri untuk menghasilkan suatu produk barangbarang dari bahan karet sintetik, ini mengakibatkan Indonesia untuk melakukan impor karet sintetik dan mengakibatkan peningkatan kebutuhan Indonesia terhadap karet sintetik. Dilihat dari periode lima tahun terakhir ini total nilai impor Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat dikarenakan ragam produk karet yang dihasilkan dan di ekspor Indonesia masih terbatas, pada umumnya masih didominasi oleh produk primer (raw material) dan produk setengah jadi.
Upaya-upaya  peningkatan  daya    saing    karet    dan    produk  karet    berkaitan langsung  dengan   program   pengembangan   industri   nasional.  Sebagaimana  yang dilakukan   Pemerintah, strategi pengembangan industri karet  dan  produk dari  karet nasional terbagi menjadi dua  katagori yaitu  dari sisi penawaran (supply) dan   kedua dari sisi permintaan (demand). Sisi supply dimaksudkan produksi karet  nasional berupa intensifikasi dan  ekstensifikasi lahan  karet  nasional, pengembangan bahan baku  produk karet,  peningkatan kapasitas sumber daya  manusia, penyediaan insentif bagi  investasi produk-produk berbahan baku  karet  nasional serta kemudahan dalam permodalan.  Sisi demand  berupa  pengembangan kualitas produk  karet   nasional, adanya  diversifikasi produk dari  karet,  pengembangan dan  perluasan pasar domestik serta  pengembangan serta   perluasan  pasar  luar   dan   dalam  negeri   melalui  berbagai  pameran,  promosi maupun expo.
Prospek  karet   dan   produk  dari   karet   ke   depan  diperkirakan  masih   terus meningkat dan  menguntungkan  pelaku usaha. Peluang ini  semestinya dimanfaatkan secara  maksimal oleh para  pelaku usaha  dalam negeri  dengan jalan meningkatkan daya saing  usaha dan  produk yang  dihasilkan.  Upaya peningkatan produktivitas kebun dan efisiensi  usaha produk dari karet  serta peningkatan kualitas bahan olahan.
Ada beberapa strategi peningkatan daya  saing karet  dan  produk karet   Indonesia  antara lain  adalah sebagai  berikut :
1.      Iklim usaha dan kemudahan sistem  birokrasi
Iklim usaha yang  kondusif dengan perbaikan dan  kemudahan birokrasi merupakan salah  satu  langkah peningkatan daya  saing.  Kondisi dan  perbaikan tersebut juga meliputi akses  perbankan dan  fasilitas  investasi permesinan yang  akan  dapat meningkatkan produk-produk dari karet  dalam negeri.
2.      Perbaikan dan pengembangan infrastruktur
Peningkatan infrastruktur, seperti sarana jalan,  pelabuhan dan  lain-lain sebaiknya segera   dilakukan pemerintah guna   mendukung  kegiatan industri  dalam negeri. Dukungan   dana   APBN    diperlukan   guna     percepatan   dan     pengembangan infrastruktur dalam rangka peningkatan daya  saing  sektor  riil.  Di sisi  lain,  perlu terus   dilakukan peningkatan infrastruktur untuk  mengurangi biaya   tinggi   (high cost) dalam kegiatan distribusi bahan baku  dan  ekspor.
3.      Peningkatan kemampuan dan kualitas  petani karet dan tenaga kerja
Petani  karet  dan  tenaga kerja  merupakan faktor  utama  dalam produksi. Motivasi dan  budaya kerja khususnya pada sektor  industri produk dari  karet  mempengaruhi produktivitas dan  kreativitas kerja.  Namun, produktivitas tenaga kerja  Indonesia masih   tertinggal  dengan  tenaga  kerja di negara industry maju.   Untuk  itu   guna   meningkatkan keterampilan dan  kemampuan petani serta  kualitas kerja  tenaga kerja  Indonesia perlu   dilakukan   penyuluhan,   kursus   maupun   pelatihan.   Kegiatan  tersebut diharapkan  dapat  meningkatkan kualitas produk  yang   berstandar internasional sekaligus tercapainya efisiensi.
4.      Peningkatan produksi dan inovasi produk dari karet
Bila dibandingkan dengan produk Tiongkok,  harga produk dari  karet  Indonesia masih relatif  lebih  mahal dibanding produk Tiongkok.  Hal  ini tentu saja disebabkan karena produk dari   karet   Tiongkok   lebih  efisien.[20]  Oleh  karenanya diperlukan  peningkatan produksi, inovasi produk  dan  peningkatan kualitas produk guna   meningkatkan daya    saing    produk  karet.    Disisi   lain   terus dilakukannya penelitian dan  pengembangan (research and development) karet  dan produk dari karet  nasional.
5.      Peningkatan strategi melalui kualitas  produk, harga dan promosi.
Saat  ini     persaingan  komoditas  ini  makin  ketat   sehingga  peningkatan  strategi melalui produk, harga dan  promosi karet  dan  produk dari  karet  Indonesia.  Fokus produk dari  karet  Indonesia hendaknya diproduksi dengan selalu  meningkatkan kualitas, karena konsumen sangat rasional saat  ini. Konsumen selalu mempertimbangkan tidak  hanya harga semata melainkan juga kualitas produknya. Peningkatan  strategi  juga  dilakukan  melalui penetrasi  harga.    Produsen  harus memiliki strategi teretentu dalam penetapan harga sehingga dapat bersaing dengan produk-produk sejenis dari  negara lainnya..
6.      Penciptaan  produk karet dan produk dari karet yang ramah lingkungan
Isu perubahan iklim  (climate change) merupakan isu internasional yang  tidak  boleh dihindari  sehingga industri  yang   ramah  lingkungan saat  ini  merupakan  faktor prasyarat agar  produk bersaing di pasaran, karena beberapa negara tujuan menerapkan produk-produk yang  mengedepankan produk ramah lingkungan. Strategi   ini  dilakukan guna   menghindari pemutusan  kerjasama  ekspor maupun impor akibat  limbah industri yang mencemari lingkungan.
Untuk meningkatkan daya saing industri nasional selama periode jangka menengah antara tahun 2010-2014, Pemerintah mempunyai lima fokus kebijakan, yaitu antara lain:
1.      Mendorong penyebaran industri manufaktur ke seluruh wilayah Indonesia, terutama ke wilayah yang industrinya belum tumbuh secara optimal, namun wilayah tersebut memiliki sumber daya yang melimpah;
2.      Meningkatkan kompetensi inti industri daerah dengan mendorong dihasilkannya produk-produk yang bernilai tambah tinggi;
3.      Memperdalam struktur industri nasional dengan mendorong tumbuhnya industri pionir dalam rangka melengkapi pohon industri.
4.      Mendorong tumbuhnya industri komponen dan industri pendukung di dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan bahan baku dan komponen impor seperti pada industri elektronika, otomotif dan permesinan;
5.      Meningkatkan daya saing industri prioritas yang sesuai dengan amanat Perpres No. 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional.
           



BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Melihat perkembangan baik dari segi konsumsi maupun produksi karet dunia, dalam tahuntahun mendatang dipastikan masih akan terus meningkat. Indonesia merupakan penghasil karet sekaligus sebagai salah satu basis manufaktur karet dunia. Tersedianya lahan yang luas memberikan peluang untuk menghasilkan karet alami yang lebih besar lagi dengan menambah areal perkebunan karet. Tetapi lebih utama dari itu, produksi karet alam bisa ditingkatkan dengan meningkatkan teknologi pengolahan karet untuk meningkatkan efisiensi, dengan demikian output (latex) yang dihasilkan dari input (getah) bisa lebih banyak dan menghasilkan material sisa yang semakin sedikit.
Meskipun pasar karet alam lebih sedikit dibanding dengan pasar karet sintetik, namun produksi maupun konsumsi karet alam masih cukup besar. Salah satu kelebihan dari karet alamantara lain dilihat dari segi kestabilan harganya yang tidak terpengaruh secara langsung oleh harga minyak dunia. Tidak demikian halnya dengan harga karet sintetik yang terkena dampak langsung oleh kenaikan harga minyak dunia yang terjadi belakangan ini.
Pangsa pasar karet Indonesia dalam 10 tahun terakhir sudah cukup baik. Indonesia menjadi produsen karet terbesar di dunia setelah Thailand, sehingga daya saing karet di pasar global juga sangat baik. Komoditas karet Indonesia umumnya diekspor ke negara-negara industri yang membutuhkan karet sebagai bahan bakunya. Negara-negara tujuan ekspor karet Indonesia di antaranya adalah Amerika Serikat, Jepang, dan Tiongkok. Permintaan dan penawaran karet Indonesia cukup stabil di beberapa tahun terakhir. Permintaan atas karet Indonesia ditentukan oleh kebutuhan pasar untuk memproduksi barang jadi dari karet, misalnya permintaan produk alas kaki atau manufaktur ban sedang tinggi, dapat dipastikan permintaan karet juga tinggi. Penawaran karet dari Indonesia ditentukan dari produktifitas dalam negeri, apabila proses dari panen karet sampai diolah jadi bahan mentah siap pakai berjalan dengan lancar, maka Indonesia dapat menawarkan komoditas karet dalam jumlah yang besar.

4.2 Saran
Komoditas karet yang diekspor Indonesia ke pasar global umumnya masih berbentuk  bahan mentah. Padahal apabila bahan mentah karet tersebut dapat diolah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi, tentu nilai jual barang tersebut akan semakin tinggi. Disini perlu adanya peran pemerintah untuk mendorong masyarakat membuat produk-produk kerajinan atau barang rumah tangga lainnya agar bahan mentah tersebut akan naik nilai jualnya. Selain nilai jual yang lebih tinggi di pasar global, setidaknya barang jadi atau setengah jadi tersebut dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri, sehingga dapat mengurangi kuota impor produk karet dari luar negeri. Perusahaan juga memiliki peranan yang sangat penting untuk dapat mengolah komoditas karet tersebut menjadi produk yang nilai jual dan daya saingnya lebih tinggi.
Selain membuat produk dengan kualitas yang baik, harus diiringi dengan metode penjualan yang baik. Marketing sebagai kunci untuk memasarkan dan mengenalkan produk Indonesia ke luar negeri. Upaya itu dilakukan agar konsumen dari masyarakat dunia tertarik untuk membeli dan menggunakan komoditas karet dari Indonesia.
Peluang   pasar  internasional     masih     terbuka   lebar    karena   pertumbuhan   dan perkembangan   negara-negara industri   yang    pesat    sekarang   ini   terutama  produk-produk automotif yang  banyak membutuhkan komoditas karet  dan  produk dari  karet. Namun demikian pengembangan daya  saing   komoditas ini terus  diperbaiki dan difokuskan pada beberapa persyaratan standar produk yang  ditetapkan negara pengimpor seperti standarisasi produk, pengemasan, labeling, origin  marking, sehingga  komoditas  ekspor  tersebut  tidak   kalah   dengan  pesaing  lainnya. Di samping  itu   diperlukan  pengembangan  sektor    manufaktur  tidak    hanya produk  primer  seperti  karet    mentah  tetapi  melakukan  upaya  pergeseran (shifting) keunggulan dari sektor  primer menuju sektor  industri pengolahan karet (produk dari karet)  karena mempunyai nilai tambah (vallue added) lebih besar.
Salah  satu  cara  yang  ditempuh guna  meningkatkan daya  saing  komoditas karet dan   produk dari   karet   Indonesia adalah melakukan pengalihan pasar selain negara tujuan  utama.  Yaitu  melakukan penetrasi pasar pada beberapa negara industri  lainnya seperti India,   karena India   mempunyai industri automotif yang sedang berkembang pesat,  disamping itu permintaan terus  naik.
Cara   lain   yang dapat   dilakukan  untuk  meningkatkan  daya    saing   adalah  terus dilakukannya peningkatan produktivitas guna  menghasilkan karet  dan  produk dari  karet  yang  lebih  efisien  dengan kualitas yang  lebih  baik.  Demikian juga perlu dilakukan kerjasama  antar pelaku usaha untuk  mendorong persaingan yang   sehat.   Hal  ini       terkait dengan  peran  pemerintah  untuk  menciptakan kondisi dan  iklim  usaha yang  kondusif bagi  komoditas karet  dan  industri karet dalam rangka menghasilkan produk-produk dari karet  yang berkualitas.
Dan hal yang tidak kalah penting adalah Indonesia harus patuh terhadap Hukum Perdagangan Internasional yang berlaku. Hukum perdagangan internasional diatur dalam GATT (General Agreement on Tariff and Trade) tahun 1947.[21] GATT memiliki lima prinsip utama yaitu Most Favoured Nation (perdagangan nondiskriminatif), National Treatment (produk dari suatu negara yang diimpor harus diperlakukan sama seperti produk dalam negeri), larangan restriksi, perlindungan tarif, dan prinsip resiprositas (saling menguntungkan).
Dengan menaati hukum perdagangan internasional, Indonesia secara tidak langsung membentuk citra yang baik di masyarakat internasional sebagai negara yang melakukan perdagangan internasional secara sehat. Sehingga ke depannya, Indonesia mendapatkan kelancaran saat melakukan kegiatan perdagangan internasional.


[1] Jackson, Robert, dan Sorensen, George. 2005. Pengantar Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm: 50-60.
[2] Bakry, Umar Suryadi. 2015. Ekonomi Politik Internasional: Suatu Pengantar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm: 28-35.
[3] Porter,Michael. 1990. The Competitive Advantage of Nations. The Macmillan Press. Hal: 21-36.
[6] Association of Natural Rubber Producing Countries. http://www.anrpc.org/ Diakses pada 1 November 2017, 20:20.­
[8] Statistik Perkebunan Indonesia - Tree Crop Estate Statistics Of Indonesia 2015 – 2017. Direktorat Jendral Perkebunan. Diakses dari http://ditjenbun.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/statistik/2017/Karet-2015-2017.pdf
pada 1 November 2017, 20:56.
[9] Direktorat Jendral Perkebunan. Statistik Perkebunan Karet Indonesia 2015-2017. Diakses dari http://ditjenbun.pertanian.go.id pada 9 November 2017, 23:12.
[10] Gambaran Sekilas Industri Karet. Departemen Perindustrian. Diakses dari www.depperin.go.id pada 2 November 2017, 19:23.
[11] Association of Natural Rubber Producing Countries, Indonesian Rubber Association (Gapkindo), and Food and Agriculture Organization of the United Nations. http://www.anrpc.org/ Diakses pada 1 November 2017, 20:20.
[12] Ibid.
[13] Basri,Faisal dan Haris Munandar,2010. Dasar-Dasar Ekonomi Internasional: Pengenalan dan Aplikasi Metode Kuantitatif. Kencana: Jakarta. Hlm: 58.
[14] International Rubber Study Group (IRSG) adalah sebuah organisasi antar pemerintah yang menyediakan forum untuk diskusi mengenai hal-hal yang mempengaruhi penawaran dan permintaan karet sintetis dan alami.
[15] International Rubber Study Group, 2009. Diakses dari http://www.rubberstudy.com/statistics.aspx pada 2 November 2017, 13:04.
[16] Basri, op.cit., hlm: 36.
[17] Departemen Perindustrian, 2007. Diakses dari http://www.kemenperin.go.id/download/288/Paket-Informasi-Komoditas-Karet pada 2 November 2017, 13:12.
[18] Statistik Perkebunan Indonesia - Tree Crop Estate Statistics Of Indonesia 2015 – 2017. Direktorat Jendral Perkebunan.
[19] Direktorat Jendral Perkebunan. Statistik Perkebunan Karet Indonesia 2015-2017. Op.Cit.
[20] Kementrian Keuangan Republik Indonesia. Analisis Daya Saing Karet dan Produk dari Karet Indonesia Terhadap China. Diakses dari https://www.kemenkeu.go.id/Kajian/analisis-daya-saing-karet-dan-produk-dari-karet-indonesia-terhadap-china pada 2 November 2017, 21:25.
[21] Adolf, Huala. 2005. Hukum Perdagangan Internasional. Jakarta: Rajawali Press. Hlm: 162-163.




DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Jurnal Elektronik
Adolf, Huala. 2005. Hukum Perdagangan Internasional. Jakarta: Rajawali Press.
Anwar, Chairil. 2006. Perkembangan Pasar  dan  Prospek Agribisnis Karet  Di Indonesia. Medan: Pusat   Penelitian  Karet.
Arifin, Syamsul , Ediana Rae, Dian dan  Joseph PR. Charles. 2007. Kerja Sama Perdagangan Internasional, Peluang dan Tantangan  bagi Indonesia. Jakarta: Penerbit PT  Elex  Media Komputindo,
Bakry, Umar Suryadi. 2015. Ekonomi Politik Internasional: Suatu Pengantar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Deliarnov. 2006. Ekonomi Politik. Jakarta: Erlangga.
Fahmi, Irham. 2015. Pengantar Politik Ekonomi. Bandung: Alfabeta.
Jackson, Robert, dan Sorensen, George. 2005. Pengantar Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Masoed, Mochtar. 1994. Ekonomi Politik Internasional dan Pembangunan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Porter,Michael. 1990. The Competitive Advantage of Nations. The Macmillan Press.
Salvatore, Dominick. 1992. Ekonomi Internasional, Teori dan Soal-Soal. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Tambunan, Tulus.  2001. Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran, Teori dan temuan Empiris. Jakarta: LP3ES.



Website
Association of Natural Rubber Producing Countries. http://www.anrpc.org/ Diakses pada 1 November 2017, 20:20.
AS Jadi Pasar Ekspor Karet Alam Terbesar Indonesia Sejak 2010. Diakses dari http://ekonomi.kompas.com/read/2016/02/04/174209426/AS.Jadi.Pasar.Ekspor.Karet.Alam.Terbesar.Indonesia.Sejak.2010 pada 1 November 2017, 21:28.
Bisnis Komoditas Karet. https://www.indonesia-investments.com/id/bisnis/komoditas/karet/item185? Diakses pada 1 November 2017, 20:04.
Departemen Perindustrian, 2007. Diakses dari http://www.kemenperin.go.id/download/288/Paket-Informasi-Komoditas-Karet pada 2 November 2017, 13:12.
Departemen Perindustrian. Gambaran Sekilas Industri Karet. Diakses dari www.depperin.go.id pada 2 November 2017, 19:23.
Direktorat Jendral Perkebunan. Statistik Perkebunan Indonesia - Tree Crop Estate Statistics Of Indonesia 2015 – 2017. Diakses dari http://ditjenbun.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/statistik/2017/Karet-2015-2017.pdf pada 1 November 2017, 20:56.
International Rubber Study Group, 2009. Diakses dari http://www.rubberstudy.com/statistics.aspx pada 2 Oktober 2017, 13:04.
Kementrian Keuangan Republik Indonesia. Analisis Daya Saing Karet dan Produk dari Karet Indonesia Terhadap China. Diakses dari https://www.kemenkeu.go.id/Kajian/analisis-daya-saing-karet-dan-produk-dari-karet-indonesia-terhadap-china pada 2 November 2017, 21:25.
Porter’s Diamond Model. Diakses dari http://www.valuebasedmanagement.net/methods_porter_diamond_model.html pada 9 November 2017, 21:42.